Serangga Tomcat yang memproduksi racun paederin, menyebabkan dermatitis.
BOGOR, — Munculnya kumbang tomcat di perumahan warga Surabaya karena habitatnya yang mulai terusik akibat pembangunan.
"Saya
belum mengetahui pasti posisi lokasi apartemen tersebut apakah berada
di sekitar persawahan atau bukan. Tapi yang pasti, kenapa banyak
terdapat di sana bisa jadi wilayah itu merupakan habitatnya," kata pakar
serangga dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor (IPB), Prof Aunu Rauf MSc, di Bogor, Rabu (21/3/2012).
Aunu
mengatakan, perlu dilakukan pengecekan langsung lokasi perumahan warga
yang mengalami serangan tomcat tersebut untuk memastikan apakah ledakan
populasi dipicu oleh keberadaan permukiman di kawasan habitat hewan
tersebut.
Menurut Aunu, ada beberapa kemungkinan yang bisa menjelaskan terjadinya ledakan (
outbreak)
kumbang tomcat ini, di antaranya terjadi peningkatan populasi kumbang
tomcat menjelang berakhirnya musim hujan (sebelumnya masih dalam stadia
larva dan pupa). Pada saat yang bersamaan terjadi kegiatan panen
sehingga kumbang tomcat beterbangan dan bergerak menuju ke tempat
datangnya sumber cahaya di permukiman.
"Pada malam hari kumbang
Paederus fuscipes
aktif terbang dan tertarik pada cahaya lampu. Inilah sebetulnya yang
sekarang terjadi di kompleks apartemen di Surabaya," katanya.
Ia menjelaskan, binatang yang disebut tomcat ini sebetulnya adalah hewan sejenis kumbang dengan nama ilmiah
Paederus fuscipes. Kumbang
Paederus fuscipes berkembang biak di dalam tanah di tempat-tempat yang lembab, seperti di galengan sawah, tepi sungai, daerah berawa, dan hutan.
Telurnya
diletakkan di dalam tanah, begitu pula larva dan pupanya hidup dalam
tanah. Setelah dewasa barulah serangga ini keluar dari dalam tanah dan
hidup pada tajuk tanaman.
Siklus hidup kumbang dari sejak telur
diletakkan hingga menjadi kumbang dewasa sekitar 18 hari, dengan
perincian stadium telur 4 hari, larva 9 hari, dan pupa 5 hari. Kumbang
dapat hidup hingga 3 bulan. Seekor kumbang betina dapat meletakkan telur
sebanyak 100 butir telur.
"Bisa jadi permukiman dibangun di
wilayah tempat perkembangbiakan kumbang tomcat, misalnya di dekat
persawahan atau di pinggiran dekat hutan yang lembab atau tempat berawa.
Pada kondisi ini kumbang pada malam hari akan berdatangan ke perumahan
karena tertarik cahaya lampu," katanya.
Lebih lanjut, Aunu
mengatakan, masyarakat tidak perlu terlalu khawatir dengan ledakan
populasi tomcat ini karena kumbang tomcat tidak menggigit atau
menyengat.
Tetapi, kumbang tomcat kalau terganggu atau secara
tidak sengaja terpijit akan mengeluarkan cairan yang bila kena kulit
akan menyebabkan gejala memerah dan melepuh seperti terbakar
(dermatitis). Gejala ini muncul akibat cairan tubuh kumbang tadi
mengandung zat yang disebut pederin yang bersifat racun.
Aunu
mengatakan, ada yang menyebutkan bahwa pederin ini 15 kali lebih beracun
daripada bisa kobra. Belakangan ini diketahui bahwa produksi pederin
dalam tubuh kumbang tergantung pada keberadaan bakteri
Pseudomonas sp. yang bersimbiosis dalam tubuh kumbang betina.
Pederin
bersirkulasi dalam darah kumbang sehingga dapat terbawa sampai ke
keturunannya (telur, larva, pupa, dan kumbang). Namun demikian, kumbang
betina yang mengandung bakteri akan menghasilkan pederin yang lebih
banyak dibandingkan kumbang yang dalam tubuhnya tidak ada bakteri
simbion.
Aunu mengatakan, kumbang ini jangan dimusnahkan karena
bermanfaat bagi petani. Penyemprotan di rumah juga tidak perlu dilakukan
karena lebih berisiko terhadap kesehatan penghuninya.
Untuk
menghindari serangannya, dengan cara halaulah kumbang ini agar menjauh
dari rumah dengan mematikan lampu, atau memungutnya secara hati-hati
dengan kantong kertas dan lepaskan ke habitatnya (sawah atau tempat
lembab lainnya).
Masyarakat juga tidak perlu khawatir dengan kejadian tersebut karena
outbreak
kumbang tomcat seperti terjadi di Surabaya pernah pula dilaporkan
terjadi di negara lain, seperti di Okinawa-Jepang (1966), Iran (2001),
Sri Lanka (2002), Pulau Pinang Malaysia (2004 dan 2007), India Selatan
(2007), dan Irak (2008).
"Memang sesekali kumbang datang ke
permukiman karena tertarik cahaya lampu, dan mengganggu kenyamanan
penghuninya. Namun demikian, jangan sampai 'pengabdian setiap hari'
kepada petani oleh kumbang ini terhapus oleh perilakunya datang ke
permukiman yang hanya sesekali terjadi," ujarnya.